Memakaibaju batik bagi keturunan Embah Jaya Perkasa ternyata dilarang bagi keturunannya saat berziarah ke makamnya di Gunung Rengganis, Sumedang, Jawa Barat. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke
Ritual Jamasan Benda Pusaka Kerajaan Sumedang Larang – Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton Sumedang Larang menggelar acara kirab serta helaran benda-benda pusaka, dimanasatu kegiatannya yaitu ritual Jamasan atau mencuci pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang. Sebelum melakukan ritual jamasan, sejumlah benda pusaka peninggalan kerajaan Sumedang Larang tersebut diarak mengelilingi Alun-alun Sumedang. Yang diikuti keluarga besar keturunan dari Sumedang Larang serta tamu undangan lainnya. Nonoman Karaton Sumedang Larang KSL Rd. Lucky Djohari Soemawilaga menuturkan. Ritual jamasan atau pencucian benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang ini, adalah bagian dari rangkaian acara dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Yang dilaksanakan mulai hari ini Selasa 27 September hingga 7 Oktober 2022 nanti. “Untuk hari ini, ada 7 pusaka inti yang dilakukan jamasan atau mensucikan dan memelihara benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang. Setelah sebelumnya dilaksanakan kirab terlebih dahulu,” ujar Lucky kepada sejumlah wartawan, di Gedung Srimanganti. Adapun ketujuh pusaka yang dicuci pada hari ini, lanjut Lucky. Yaitu Pedang Kimastak milik Prabu Tadjimalela, Keris Ki Dukun milik Prabu Gajah Agung dan Keris Panunggul Naga milik Prabu Geusan Ulun. Selanjutnya, sambung Lucky, yaitu Keris Nagasastra Pertama milik Panembahan Sumedang. Keris Nagasastra kedua milik Pangeran Kornel dan Duhung atau Badik Curuk Aul milik Kandaga lante Kerajaan Padjadjaran bernama Eyang Jaya Perkasa “Untuk hari ini, baru 7 pusaka yang dilakukan Jamasan. Selanjutnya ada ribuan lagi pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang yang akan dicuci”. Kata Lucky yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang YNWPS ini. Lucky menambahkan, kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya oleh Keraton Sumedang Larang dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. “Kegiatan ini juga dilaksanakan sebagai makna penggalian introspeksi, makna penggalian nilai-nilai luhur yang diwarisi oleh leluhur Sunda, khususnya leluhur Sumedang,” tandasnya. PusakaDunia - Mustika Eyang Jaya Dwipangga Mustika Eyang Jaya Dwipangga merupakan mustika bertuah yang memiliki bentuk pamor guratan coklat muda yang indah dan terkesan. Kontak Kami 081222886456 081222886456 085293988885 085293988885 0281222886456 pusakadunia @pusakadunia [email protected] Halo, Guest!
– Batu Dakon dan Tongkat Apung di Dayeuh Luhur Sumedang diyakini menjadi tempat Moksa Eyang Jaya Perkasa. Menurut Dudu 65 juru kunci situs tersebut mengatakan Eyang Jaya Perkasa Embah Sayang Hawu yang dikenal Patih Agung Kerajaan Sumedang Larang. Juga dikenal sebagai manusia gagah tiada tanding sakti mandraguna, beliau pergi meninggalkan Prabu Geusan Ulun, yang dituju adalah Puncak Gunung Rengganis. “Kepergian beliau bertujuan untuk menyendiri atau mentafakur diri sendiri serta menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau duniawi nyirnakeun diri. Eyang Jaya Pekasa akhirnya menghilang dengan tanpa meninggalkan jasad. Hanya sebelum menghilang tilem dan ada suara gaib yang datang ke Prabu Geusan Ulun persis suara Eyang Jaya Pekasa. Isi dari suara itu yaitu, yang pertama menjelaskan peninggalan beliau Eyang Jaya Perkasa yanga da di Puncak Gunung Rengganis ialah dua buah benda yang berupa batu, yang satu bekas duduknya, yang menurut para ahli sejarah disebut batu dakon, hingga sekarang masih ada dan suka diangkat oleh para penziarah,” jelasnya Kamis 10 Maret 2022. Ia mengatakan, batu angkat jungjung atau batu Dakon peninggalan eyang Jaya Perkasa diyakini oleh sebagian orang mempunyai beberapa keistimewaan. “Menurut cerita, batu dakon Batu Pamongkanan itu mempunyai keistimewaan. Yaitu kalau kebetulan waktu diangkat terasa ringan. Maka Insya Allah yang dimaksud oleh yang mengangkat batu tersebut akan mudah tercapai dan begitu juga sebaliknya,” imbuhnya Lebih jauh ia mengatakan, ada cara-cara yang harus di taati oleh para peziarah jika ingin mengangkat batu tersebut. Selain Batu Dakon Peninggalan Eyang Jayaperkasa Adalah Sebuah Tongkat Yang Tidak Menyentuh Tanah “Cara mengangkat Batu Dakon Baca Istighfar 3 x, Sholawat 1x, lalu baca laa haulaa walaaquwaata Illabillahil aliyyil adsim” 1 x, dan batas mengangkat minimal sampai pusar sebanyak 3 x. ini sekedar cerita sepuh, kita boleh percaya boleh tidak,” tuturnya Ia mengatakan, selain batu Dakon peninggalan Eyang Jayaperkasa adala sebuah tongkat yang tidak menyentuh tanah. “Yang kedua berupa tongkat dengan tinggi 182 CM dan Madelin 27 Cm. Menurut cerita orang Para Sesepuh Dayeuh Luhur, batu yang berdiri itu pada dulunya tidak kena pada tanah terangkat dari tanah ± 30 Cm itu ditumpuk batu-batu kecil hingga kelihatan merapat dengan tanah dan sekarang batu tersebut dipagar ini dimaksudkan supaya konsentrasi pada penziarah tidak terganggu dan keamanan batu tersebut. Batu yang beridir tersebut menurut para ahli sejarah disebut batu Menhir,” imbuhnya Ia berpesan siapapun yang hendak berziarah harus dengan hati yang suci. “Selanjutnya berupa amanat Eyang Jaya Perkasa yang berbunyi. Barang siapa dari keturunan kerajaan ataupun yang lainnya yang maksud berziarah ke Eyang Jaya Perkasa. Tidak diperbolehkan membawa hati yang kotor berniat jahat, penuh dengan iri dengki, hasud dan lain sebagainya,” pungkasnya. Perlu diketahui Istilah moksa sendiri, sering didengar dalam agama Hindu dan Buddha. Yang memiliki arti kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan.
Wealso supply spare parts from the conveyor, belt conveyor, table top chains and others. With human resources, experience and our flexibility. We sure can be a partner for your company in the future, we will also serve and support and facilitate the production activities in your company. PT. Lestari Jaya Perkasa Agung is a company that
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saya terbangun pukul karena Hp berbunyi, ada panggilan telpon dari seorang teman lama. Terdengar dari sana suara teman saya bercampur nafas yang sedikit terengah-engah seperti orang yang sudah melakukan pekerjaan berat, lalu dia menceritakan pengalamannya malam tadi ber Samadhi di Makam Eyang Jaya Perkasa di daerah Sumedang, Jawa Barat. Teman saya tersebut bernama Pak Sudayat, berasal dari Pandeglang, Banten. Karena ia beristeri seorang perempuan Sumedang, maka Pak Sudayat berdomisili di Sumedang. Pak Sudayat adalah seorang spiritualis yang ikhlas mendukung Capres Prabowo, melalui olah spiritualnya. sumber gambar Menurut ceritanya via telepon, malam tadi selepas tarawih, Pak Sudayat ingin menyepikan diri dari keramaian di tempat yang representatif menurut pendapatnya, yakni di Makam Eyang Jaya Perkasa Sumedang, yang kebetulan berdekatan dengan rumah tempat tinggalnya, bagi yang belum tahu mengenai siapa Eyang Jaya Perkasa, bisa baca kisahnya di sini. Maksud dan tujuan Pak Sudayat menyepi adalah bermunajat dan memohon kepada Tuhan di tempat petilasan leluhur sekalian berziarah kepada leluhur menurut pengakuannya bukan menyembah dan meminta kepada makam leluhur. Ada pun yang dimohonkan kepada Tuhan di makam leluhur oleh Pak Sudayat adalah agar Capres yang diidolakannya, yakni Capres no. urut 1 Prabowo, menang dalam Pilpres esok hari hari ini dan mulus menapaki kursi kepresidenan tanpa gangguan dan halangan apa pun. Namun yang terjadi kemudian, setelah sekitar 2 jam Pak Sudayat ber Samadhi mengheningkan cipta, memohon perkenan do’a kepada Yang Maha Kuasa, tiba-tiba arah duduknya yang menghadap cungkup makam dibalikkan oleh suatu kekuatan gaib yang tidak terlihat, sehingga posisi duduk bersilanya yang semula menghadap cungkup makam, menjadi membelakangi cungkup makam. Hal aneh inilah yang diceritakan oleh Pak Sudayat via telepon pada dini hari tadi kepada saya. Kesimpulan dari Pak Dayat adalah, mungkin Tuhan memberikan petunjuk melalui wangsit di makam leluhur, bahwa Capres yang diidolakannya itu Prabowo, yang meski di atas kertas menurut keyakinan Pak Sudayat, semula dipercayai akan memenangi Pilpres, rupanya akan kalah telak oleh pasangan no. urut 2. Oleh karena Pak Sudayat tahu bahwa saya ini adalah pendukung Capres Jokowi, maka Pak Sudayat ingin memberitahukan pertanda alam yang mengindikasikan kekalahan Capres idolanya, dan mengakui akan keunggulan Capres dukungan saya Jokowi. Meskipun meyakini akan kalah, Pak Sudayat mengatakan bahwa ia akan tetap mencoblos Prabowo pada Pilpres hari ini, sebagai bentuk kesetiaannya. Serta walau pun belum terjadi pemungutan suara dan ada hasil hitung cepat yang setidaknya bisa menggambarkan siapa pemenang Pilpres hari ini, tetapi Pak Sudayat sudah berani memprediksi bahwa Jokowi akan menang telak. Begitulah cerita seorang kawan yang berbeda pilihan politik dengan saya, tetapi kami tetap berteman akrab dan saling menghargai satu sama lain. Tidak hanya berbeda dalam pilihan politik, tetapi juga mungkin dalam pandangan mengenai kepercayaan. Pak Sudayat mempercayai hal-hal klenik, seperti menyepi di tempat petilasan leluhur yang ia percayai sebagai media mendekatkan diri kepada Tuhan. Sedangkan saya cukup dengan hal yang mudah saja untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak perlu jauh-jauh ke makam leluhur jika hanya ingin berdo’a dan memohon petunjuk, cukup ke Mesjid saja yang “Rumah Tuhan”, bahkan di rumah pun jadi jika hanya untuk berdo’a dan memohon petunjuk Tuhan dengan shalat hajat atau istikharah, karena bahkan Tuhan lebih dekat dari urat leher manusia. Tapi saya pribadi pun sering juga mengunjungi makam leluhur, tetapi bukan untuk bermeditasi atau mohon petunjuk, melainkan sebagai wisata sejarah mengenal masa lalu dengan menapaki peninggalan sejarah, diantaranya makam-makam leluhur. Karena itu, mengenai wangsit yang didapat oleh teman saya tersebut, tidak sepenuhnya saya percayai. Tetapi yang lebih saya percayai adalah keyakinan diri saya, bahwa in sya Allah, Jokowi akan menang Pilpres hari ini, bukan atas dasar wangsit, melainkan keyakinan diri ! Lihat Politik Selengkapnya
Diposkanpada Juni 19, 2020 Juni 19, 2020 Penulis admin Kategori Jasa Pengisian Tag pusaka abadi nan jaya, pusaka aceh, pusaka adalah, pusaka aji saka, pusaka ambon, Mahar Pusaka Ampuh Besi Kuning Rp. 2.000.000. PAKAR SPIRITUAL NUSANTARA MBAH PRIYO AGENG SMS/ PHONE : 08532 6666 500
BEKASI REGENCY Company information General information about PT. Pusaka Jaya Perkasa Registered name PT. Pusaka Jaya Perkasa Legal entity type Limited liability company Business number 657118 Registered address KP. GABUS RAWA City BEKASI REGENCY Source Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. Note that the official phone number and address might be different from the operational ones. User contributed information Information about PT. Pusaka Jaya Perkasa provided by the Companies House users Website Update Phone 081386206879 Logo Update WhatsApp number Update Industry Update Companies House cannot confirm that the user generated information is 100% accurate. Please submit correct information if you find inaccuracies. Product information Official company report of PT. Pusaka Jaya Perkasa as provided by the Ministry of Law and Human Rights of Indonesia. Delivered in 1 working day Latest information from the government
Muisk: Am F G Am Reff : F Adakah obat yang bisa G Membuat aku perkasa C F Sehingga dirimu bisa jatuh cinta.. Dm G Am Lalu kau tinggalkan dia demi aku.. F Berapa saja harganya G Aku akan membelinya C F Dimana letak tokonya oh dimana.. Dm G Am Sehingga aku yang jadi juaranya.. Outro : Am [ [ [ORIGINAL CHORD]]] Intro : G#m F# E F# G#m G#m Saat ku
– Embah Jaya Perkasa atau Sanghiyang Hawu merupakan Patih dari kerajaan Sumedang Larang di masa kepemimpinan Raja Prabu Geusan Ulun. Embah Jaya Perkasa merupakan salah seorang dari empat utusan Kerajaan Padjajaran Kandaga Lante yang menyerahkan Mahkota Binokasih dan pusaka Kerajaan Padjajaran kepada Prabu Geusan Ulun sebagai Nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran. Karena kesaktiannya Embah Jaya Perkasa diangkat menjadi patih dan mengabdi di kerajaan Sumedang Larang bersama tiga utusan lainnya. Yaitu Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot. Singkat Cerita, dan Prabu Geusan Ulun pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat Patih setianya Kandaga Lante. Kemudian seusai melaksanakan pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang Larang. Prabu Geusan Ulun mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua berasal dari keturunan Sunan Gunung Jati. Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Namun, versi lainnya menyebutkan jika Ratu Harisbaya merupakan Cinta Pertama dari Prabu Geusan Ulun. Sebelum menjadi sebelum menjadi Permaisuri di kerajaan Cirebon. Ketika dalam perjalanan pulang, tanpa sepengetahuan Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang Larang. Ikutnya Ratu Harisbaya menjadi pemicu gesekan antara Kerajaan Cirebon dan Sumedang Larang. Hingga akhirnya, Kerajaan Cirebon berencana akan menyerang Kerajaan Sumedang Larang. Mendengar akan adanya serang dari Cirebon itu, rupanya tidak membuat gentar Embah Jaya Perkasa yang terkenal dengan kesaktiannya dan telah menyatakan iklar setia kepada Prabu Geusan Ulun. Didalam perundingan diputuskan bahwa tentara Cirebon harus dihadang di perbatasan sebelum menyerang Sumedang Larang. Embah Jaya perkosa berkata kepada Prabu Geusan Ulun, jika dirinya berempat sanggup menghadap musuh, dan meminta Prabu Geusan Ulun untuk tidak khawatir dan jangan gentar, dan menunggu di keraton. Namun, sebelum berangkat untuk menghadap prajurit dari Cirebon, Embah Jaya Perkasa menanam pohon hanjuang di sudut alun – alun Kutamaya, sambil berkata. “Jika perang sudah selesai, lihatlah pohon hanjuang itu, kalau daunnya rontok atau pohonnya layu, berarti suatu tanda bahwa hamba gugur di medan perang. Tetapi jika pohon itu tetap segar dan tumbuh subur itu tanda bahwa hamba unggul di medan perang.”. Setelah berkata demikian Embah Jaya Perkosa segera menanamkan pohon hanjuang di sudut alun-alun. Pohon hanjuang itu tumbuh dengan suburnya bagai ditanam sudah beberapa minggu saja. Selesai menanamkan pohon hanjuang, berangkatlah keempat andalan negara itu ke medan perang, untuk mempertaruhkan nyawanya demi Sumedang Larang. Berkat Kesaktian Keempat Fatih Tentara Cirebon Dipukul Mundur Singkat cerita, Embah Jaya Perkasa dan ketiga rekannya terlibat perang yang dahsyat. Berkat kesaktian keempat patih itu tentara Cirebon dapat dipukul mundur olehnya. Embah Jaya Perkosa terus mengejar musuhnya waktu itu, hingga makin lama makin jauh dari ketiga temannya. Setelah sekian lamanya embah Jaya Perkosa tidak kelihatan kembali, sedangkan ketiga temannya masih menunggu. Karena tidak kunjung datang, ketiga temannya pulang ke Sumedang Larang akan mengabarkan keadaan Embah Jaya Perkosa kepada Prabu Geusan Ulun. Setiba di keraton mereka bertigamenceritakan kisah Embah Jaya Perkasa yang tidak muncul kembali setelah mengejar musuhnya yang masih hidup. Mendengar berita hilangnya Embah Jaya Perkosa, Prabu Geusan Ulun bingung, dan memutuskan untuk memindahkan Kerajaan Sumedang Larang ke Dayeuhluhur. Sementara itu, Embah Jaya Perkosa yang tiba kembali di Kutamaya, merasa heran tidak ada seorang pun tidak ditemukannya. Waktu itu, Embah Jaya Perkasa melihat pohon hanjuang yang ditanamnya dahulu. Ternyata pohon itu tumbuh subur, daunnya banyak. Mulailah dari situ Embah Jaya Perkasa merasa marah, dan ketika berpaling ke sebelah timur terlihat olehnya asap mengepul-ngepul di lereng gunung. Dengan kesaktiannya, Eyang Jaya Perkasa mengentakkan kakinya sekeras-kerasnya ke bumi, seketika itu dirinya sudah berdiri “ngadeg” di salah satu lereng gunung, dan tempatnya “Ngadeg”atau berdiri, tempat itu dijadikan Pangadegan. Dari Pangadegan itu, Embah Jaya Perkasa dapat melihat kepulan asap di Dayeuhluhur, yang akhirnya menyusul ke Dayeuh Luhur dan bertemu dengan Prabu Geusan Ulun. Embah Jaya Perkasa Marah dan Kecewa Setelah sampai di DayeuhluhurMbah Jaya Perkasa kemudian dirinya bertanya ke Prabu Geusan Ulun. Mengapa Gusti tidak melihat tanda yaitu pohon hanjuang yang hamba tanam dan dari siapa Gusti mendengar kabar bahwa hamba telah tewas. Mendengar jawaban Prabu Geusan Ulun demikian itu, Embah Jaya Perkosa marahnya kian menjadi-jadi. Saat itu terjadi pertarungan dengan Embah Nanganan dan dua orang lagi. Yaitu embah Kondang Hapa dan Embah Batara Pencar Buana ditangkapnya dan dilemparkan melampaui gunung. Setelah melampiaskan kemarahannya. Embah Jaya Perkasa kemudian meninggalkan Prabu Geusan Ulun sambil bersumpah tidak akan mau mengabdi lagi kepada siapapun juga. Mbah Jaya Perkasa berjalan ke puncak bukit sambil menancapkan tongkatnya, dan disitulah Mbah Jaya Perkasa moksa atau ngahyang. Ditempat Embah Jaya Perkasa ngahiyang atau menghilang tersebut, terdapat Batu Dakon dan Tongkat Apung yang dikeramatkan.
Darikeinginan ibu menjual rumah, Ali survei harga rumah, keinginan ibu menjual ke Lestari, protes Tutut atas keinginan ibu menjual rumah, hingga tegangan konflik emosional memuncak
– Sumedang memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Berdasarkan data kesejarahannya, sebelum Indonesia merdeka, wilayah Sumedang pernah mengalami zaman prasejarah, zaman sejarah Sumedang kuno, zaman Kerajaan Sumedang Larang. Tiap zaman pemerintahan penguasa-penguasa itu meninggalkan jejak-jejak sejarahnya, baik berupa artefak atau makam makamnya. Seperti di Makam keramat Joglo di Dusun Cipelang Rt 01 Rw 06 Desa Sukatali Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Di makam ini, terdapat beberapa makam leluhur Sukatali yakni Eyang Sukatali Eyang Sukma Direja atau Eyang Sunton Jaya Kusuma bin Eyang Jaya Perkasa, Eyang Parana Candra, Nyi Pandan Wangi, Eyang Pura Laksana, Eyang Jaya Laksana, Eyang Aria Pangemban Cinde, Eyang Glutuk Galung Lenggang Kencana, Eyang Gubing, Raden Dani, Nyimas Dewi Harningsih, Eyang Bunda Cuntring Manik. Makam Keramat Joglo tersebut terlihat cukup sederhana bahkan diduga belum tercatat sebagai cagar budaya. Menurut Kepala Desa Sukatali Edi Sujana melalui Kasi Kesra Abdul Ajis mengatakan, makam keramat tersebut sampai saat ini masih kerap dikunjungi peziarah dari dalam maupun luar kota. “Alhamdulillah masih ada yang berziarah ke leluhur Sukatali ini meskipun belum banyak,” katanya Rabu 2/2/2022. Ia mengatakan desa Sukatali Kecamatan Situraja merupakan hasil pemekaran dari Desa Sukaambit. “Jadi menurut catatan Sejarah dan legenda Desa Sukatali merupakan Desa Hasil Pemekaran dari Desa Sukaambit. Desa Sukatali dimana dahulunya memiliki wilayah administratif yang merupakan gabungan dari Desa Sukatali dan Ambit. Makam Keramat Joglo tersebut ada di Desa Sukatali,” tuturnya Dikatakannya, para peziarah yang datang biasanya mengirimkan doa dengan membacakan Surat Yasin. Namun Pihaknya belum bisa memfasilitasi sarana prasarana dengan sempurna di lokasi makam keramat tersebut . “Kami belum bisa memberikan fasilitas untuk para peziarah supaya terasa nyaman saat berkunjung seperti area parkir khusus, Mushola, toilet serta lampu di beberapa titik yang siap menyinari saat malam,” ujar Edi. Tujuankami kesana hanya ingin tahu sejarah dan lokasi tempat, jgn sampai salah faham, kami tdk meminta kpd makam, kami minta hanya kepada Alloh SWT semataJg Memakai baju batik bagi keturunan Embah Jaya Perkasa ternyata dilarang bagi keturunannya saat berziarah ke makamnya di Gunung Rengganis, Sumedang, Jawa Barat. Konon hal ini terkait sumpah yang diucapkan Embah Jaya Perkasa saat menghilang tanpa bekas di Gunung tersebut usai menghadap sang Raja Prabu Geusan Ulun. Embah Jaya Perkasa atau Sanghiyang Hawu adalah salah satu Patih Kerajaan Sumedang Larang saat diperintah Raden Angka Wijaya atau lebih dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun. Sebelumnya Sanghiyang Hawu adalah Patih di Kerajaan Pakuan Padjajaran saat dipimpin Prabu Nilakendra. Namun saat itu di Pakuan Padjajaran sedang ditimpa kekacauan karena mendapat serangan dari Kerajaan Banten yang dipimpin Syeh Maulana Yusuf. Sehingga Prabu Nilakendra berangkat meninggalkan kerajaan. Hanya sebelum berangkat Prabu Nilakendra memanggil dulu empat patih kepercayaan kerajaan Kandaga Lente yaitu Sanghiyang Hawu Embah Jaya Perkasa; Bantara Dipatiwijaya Embah Nanganan; Sanghiyang Kondang Hapa; Batara Pancer Buana Embah Terong Peot. Amanat Prabu Nilakendra memberikan mahkota kerajaan kepada Prabu Geusan Ulun Raja Sumedang Larang sebagai penerus Kerajaan Padjajaran. Pada akhirnya ke empat Kandaga Lente tersebut datang ke Sumedang Larang untuk menyampaikan amanat Prabu Nilakendra, yaitu untuk berbakti kepada Kerajaan Sumedang Larang Geusan Ulun sebagai penerus Padjajaran. Dengan adanya penyerahan mahkota dan penyertaan berbakti dari Raja Padjajaran, maka seluruh wilayah kekuasaan Padjajaran dikuasai oleh Sumedang Larang. Sehingga Embah Jaya Perkasa dan ke tiga saudaranya diangkat sebagai patih di Sumedang Larang. Konon waktu itu di daerah Sumedang sudah banyak masyarakat yang menganut agama Islam. Karenanya sang raja karena masih merasa banyak kekurangan di bidang Agama Islam. Prabu Geusan Ulun pun berangkat ke Demak untuk belajar agama Islam. Keberangkatan Prabu Geusan Ulun diiringi ke empat patih yang setia tersebut. Usai berguru di Demak hingga akhirnya Prabu Geusan Ulun pulang, sebelum sampai ke Sumedang Larang dia mampir dulu ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Pangeran Giri Laya Raja Cirebon. Pangeran Giri Laya menerima kedatangan Prabu Geusan Ulun dan dirinya masih satu keturunan dari Sunan Gunung Jati. Rakyat dan keluarga kerajaan di Cirebon semua merasa segan bahkan memuji kepada sang Prabu Geusan Ulun. Ini dikarenakan sikap Prabu yang ramah, masyarakat juga ditambah dengan ketampanan Sang Prabu yang tiada duanya. Ketika Geusan Ulun memasuki pendapa, para menak dan Pangeran Cirebon terpesona melihat Raja Sumedang Larang. Badannya tinggi besar, wajahnya tampan, hidungnya mancung, keningnya bercahaya, dan sikapnya ramah tamah. Ketika Pangeran Geusan Ulun bertukar pikiran dengan Pangeran Girilaya, permaisuri Pangeran Girilaya, Ratu Harisbaya menyajikan santapan. Ketika melihat Prabu Geusan Ulun, permaisuri itu terpukau dan jatuh hati dengan ketampanan Prabu Geusan. Kemudian Prabu Geusan Ulun bermalam di masjid dengan alasan hendak menenangkan pikiran. Namun pada suatu hari, ketika Prabu Geusan Ulun tidur di masjid, pada tengah malam terdengar bunyi langkah orang yang mendekatinya. Ketika sudah dekat ternyata orang itu adalah Ratu Harisbaya. Prabu Geusan Ulun sangat terkejut, seluruh badannya menggigil ketakutan, pikirannya gelap tidak tahu apa yang harus diperbuat. Segeralah dia memanggil keempat patihnya, baginda mengajak berunding bagaimana caranya menasihati Ratu Harisbaya yang sudah tergila-gila olehnya, yang akan bunuh diri jika tidak terlaksana. Prabu Geusan Ulun sangat bingung menghadapi perkara yang sangat sulit itu. Namun menurut saran Embah Jaya Perkasa, Ratu Harisbaya lebih baik dibawa ke Sumedang Larang sebab jika dibawa atau tidak tetap akan menimbulkan keributan. Sehingga malam itu juga Prabu Geusan Ulun, keempat pengiringnya, dan Ratu Harisbaya berangkat ke Sumedang Larang tanpa pamit lebih dulu kepada Pangeran Girilaya. Keesokan harinya di Keraton Cirebon gempar bahwa Ratu Harisbaya hilang meninggalkan Pangeran Gerilaya. Dicarinya ke masjid, teryata tamu pun sudah tidak ada. Segeralah Pangeran Girilaya membentuk pasukan untuk mengejar dan menyerang Prabu Geusan Ulun. Dalam pengejaran di suatu tempat tercium bau wangi pakaian Ratu Harisbaya. Tempat itu kemudian disebut Darmawangi. Pasukan tentara Cirebon bersiap - siap hendak menyergap Prabu Geusan Ulun. Terjadilah pertempuran yang seru antara ke empat pengiring dengan pasukan Cirebon. Namun pasukan Cirebon diamuk oleh Embah Jaya Perkasa sehingga lari tunggang langgang. Prabu Geusan Ulun, keempat pengiringnya, dan Putri Harisbaya sudah tiba di Kutamaya. Ratu Harisbaya ditempatkan di sebuah tempat yang dijaga ketat oleh hulubalang. Baginda Prabu Geusan Ulun tidak berani dekat-dekat apalagi memegang tangannya sebab Putri Harisbaya belum menjadi istri, belum diceraikan oleh Pangeran Girilaya. Pada suatu waktu terbetiklah berita oleh Embah Jaya Perkasa bahwa Cirebon akan menyerang Sumedang Larang. Berita itu segera disampaikan kepada ketiga temannya dan kemudian keempat orang itu menghadap Prabu Geusan Ulun untuk dirundingkan. Dalam perundingan diputuskan bahwa tentara Cirebon sebelum menyerang harus dihadang di perbatasan jangan sampai Sumedang Larang dijadikan medan pertempuran. Embah Jaya Perkasa berkata kepada Prabu Geusan Ulun. "Paduka yang mulia!. Hamba berempat sanggup menghadap musuh. Gusti jangan khawatir dan jangan gentar, diam saja di keraton. Hanya hamba akan memberi tanda yaitu hamba akan menanamkan pohon hanjuangi di sudut alun - alun. Nanti, jika perang sudah selesai, lihatlah! Jika pohon hanjuang itu rontok daunnya suatu tanda bahwa hamba gugur di medan perang, tetapi jika pohon itu tetap segar dan tumbuh subur itu suatu tanda bahwa hamba unggul di medan perang,".Setelah berkata demikian Embah Jaya Perkasa segera menanamkan pohon hanjuang di sudut alun-alun. Pohon hanjuang itu tumbuh dengan suburnya bagai ditanam sudah beberapa minggu saja. Selesai menanamkan pohon hanjuang, berangkatlah keempat andalan negara itu ke medan perang, mempertaruhkan nyawanya. Sesampainya di perbatasan, terlihat tentara Cirebon sedang berjalan berbaris menuju Sumedang Larang. Melihat barisan tentara Cirebon yang sangat panjang itu segeralah keempat patih bersujud memohon perlindungan kepada Yang Maha Agung. Terjadilah perang yang seru sekali. Berkat kesaktian keempat patih itu tentara Cirebon banyak yang tewas. Embah Jaya Perkasa mengamuk di tengah-tengah barisan tentara Cirebon, terus mengobrak-abrik. Mayat bergelimpangan bertumpang tindih tak terhitung banyaknya sehingga beberapa tentara Cirebon yang masih hidup lari tunggang-langgang. Tentara Cirebon yang masih hidup itu terus dikejar oleh keempat patih. Embah Jaya Perkasa yang telah banyak membunuh, makin bersemangat, dia terus mengejarnya, makin lama makin jauh dari ketiga temannya. Setelah sekian lamanya Embah Jaya Perkasa tidak kelihatan kembali. Karena tidak kunjung datang, ketiga patih lainnya pulang ke Sumedang Larang akan mengabarkan keadaan Embah Jaya Perkasa kepada Prabu Geusan Ulun. Mendengar berita hilangnya Embah Jaya Perkosa, Prabu Geusan Ulun bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Akhirnya tanpa melihat pohon hanjuang di sudut alun-alun, sang prabu memerintahkan agar semua rakyat yang mau mengabdi segera meninggalkan Sumedang Larang. Mendengar titah rajanya itu segeralah rakyat mengikuti rajanya dengan membawa apa saja yang dapat dibawanya. Rombongan Prabu Geusan Ulun sudah sampai di Batugara. Di sana permaisuri baginda, yang bernama Nyi Mas Gedeng Waru, sakit keras sampai wafatnya. Karena Batugara tidak cocok untuk keraton kemudian terus menuju lereng sebuah gunung, di sana dapat melihat pemandangan ke mana-mana. Sesudah beristirahat, lereng gunung itu dibuka dan didirikanlah keraton serta alun-alun. Bekas alun-alun itu sekarang masih ada disebut Dayeuhluhur. Syahdan, Embah Jaya Perkasa yang mengejar-ngejar sisa tentara Cirebon, kemudian kembali ke tempat ketiga patih menunggu. Ketika tiba di sana ketiganya tidak ada, dicarinya ke mana-mana tidak dijumpainya, kemudian dia menuju Kutamaya. Setiba di sana seorang pun tidak ditemukannya, terus dia lari ke alun-alun melihat pohon hanjuang yang ditanamnya dahulu. Ternyata pohon itu tumbuh subur, daunnya banyak. Dengan demikian dia bertambah marah. Ketika berpaling ke sebelah timur terlihat olehnya asap mengepul-ngepul di lereng gunung. Dengan mengentakkan kakinya keras-keras ke bumi, seketika itu juga dia sudah berdiri, di lereng gunung itu. Gunung itu sekarang disebut Gunung Pangadegan. Tidak lama Embah Jaya Perkasa sudah berhadapan dengan Prabu Geusan Ulun, dia menyembah kemudian berkata. "Gusti! Mengapa kerajaan Gusti tinggalkan? Tidaklah Gusti percaya kepada hamba?" Prabu Geusan Ulun bertitah dengan suara perlahan-lahan. "Oh, Eyang! Eyanglah tulang punggung Kerajaan Sumedang Larang. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke mana-mana dan musuh pun dari jauh sudah terlihat,". Kemudian Embah Jaya Perkasa berkata," Mengapa Gusti tidak melihat tanda yaitu pohon hanjuang yang hamba tanam?,". "Maafkan kami Eyang. Ketika itu kami sama sekali lupa." "Dari siapa Gusti mendengar kabar bahwa hamba telah tewas,?". "Dari Embah Nanganan," kata sang Prabu. Mendengar jawaban Prabu Geusan Ulun demikian itu, Embah Jaya Perkasa menjadi - jadilah marahnya. Ketika itu juga Embah Nanganan ditikamnya sampai meninggal dunia. Adapun temannya yang dua orang lagi yaitu Embah Kondang Hapa dan Embah Batara Pencar Buana ditangkapnya dan dilemparkan melampaui gunung. Embah Kondang Hapa jatuh di Citengah. Sampai sekarang penduduk Citengah masih percaya bahwa tidak boleh mengucapkan kata "hapa" sebab roh Embah Kondang Hapa menitis kepada yang mengucapkannya. Makamnya sampai sekarang masih ada di Citengah. Embah Batara Pencar Buana atau Embah Terong Peot jatuhnya di daerah Cibungur. Konon, setelah ketiga temannya menjadi korban kemarahannya, Embah Jaya Perkasa mengucapkan kata-kata. "Kalau ada keturunan di Kutamaya sejak saat ini janganlah mau mengabdi kepada menak sebab kerja berat tetapi tidak terpakai. Besok lusa jika aku dipanggil oleh Yang Maha Agung, mayatku janganlah sekali - kali dibaringkan, tetapi harus didudukkan. Jika ada anak cucuku atau siapa saja yang hendak menengok kuburanku janganlah memakai kain batik dari Jawa,". Setelah mengucapkan kata-kata itu Embah Jaya Perkasa terus ke Gunung Rengganis, di puncak gunung itu dia berdiri, kemudian menghilang, menghilang tanpa bekas. Di atas gunung tempat berdirinya Embah Jaya Perkasa kemudian ditemukan batu yang berdiri sampai sekarang batu itu menjadi batu keramat. Adapun Prabu Geusan Ulun sepeninggal keempat patihnya itu tidak pindah ke mana-mana, tetap mengolah negara Dayeuh luhur sampai wafatnya. Sumber- Wikipedia dan diolah berbagai sumber-
SeksiPusaka Mistik Jawa. sms +6281390878881 +6281390878881 1000JIN / D396CC6D [email protected] Home pusaka eyang jaya perkasa. pusaka eyang jaya perkasa . Ajian Penangkal Trisula Khodam Naga Kembar. Rp 1.500.000 . Detail Beli. Order Sekarang » SMS : +6281390878881 ketik
WocVjdX.
  • kajq7w9lxg.pages.dev/84
  • kajq7w9lxg.pages.dev/172
  • kajq7w9lxg.pages.dev/129
  • kajq7w9lxg.pages.dev/58
  • kajq7w9lxg.pages.dev/372
  • kajq7w9lxg.pages.dev/74
  • kajq7w9lxg.pages.dev/320
  • kajq7w9lxg.pages.dev/442
  • pusaka eyang jaya perkasa